Tuesday, March 21, 2006
Struktur Perusahaan Animasi Besar
Saat memulai usaha di bidang animasi, gw memulainya dengan pikiran yang sangat naif. Bahwa kita bisa memulai dengan mengerjakan iklan-iklan dan mengumpulkan uang utk membuat film sendiri. Dan jujur aja, ini adalah tipikal pemikiran kebanyakan animator di Indonesia.

Semakin gw berkecimpung di bisnis animasi gw semakin menyadari bahwa cara seperti ini sulit sekali diraih. Tapi ini bukan berarti tidak bisa diraih sama sekali melainkan memang sangat sulit diraih. Belakangan gw semakin menyadari bahwa hampir tidak mungkin mendapatkan duit dari dunia iklan dan mengubahnya menjadi modal film. Terutama karena uang yang didapat dari iklan tidak sepadan dengan pembuatan sebuah film animasi yang memang memerlukan biaya besar.

Mengapa diperlukan modal yang demikian besar hanya utk membuat film animasi? Kalau kita melihat formulasi permodalan film di Hollywood kita akan melihat bahwa biaya pembuatan film hanyalah 50% dari total permodalan, sisa 50%nya lagi adalah biaya promosi dan distribusi. Formulasi ini sudah berhasil puluhan tahun tanpa perubahan. Dan jika kita memulai produksi film tanpa mengikuti formula ini maka film kita akan terancam gagal di pasaran.

Makanya kita sering melihat perusahaan film Indonesia yang menghabiskan seluruh permodalan filmnya hanya utk pembuatan film, lalu kesulitan memasarkan filmnya, sehingga filmnya hancur lebur di pemasaran. Bahkan film animasi hollywood seperti Iron Giant pun mengalami masalah yang sama. Iron Giant disutradarai oleh Brad Bird yang di kemudian hari menyutradarai the Incredibles dari Pixar ini mengalami kegagalan, karena pada saat diluncurkan, Studio mengalami kekurangan dana promosi. Akhirnya mereka harus memilih diantara 2 film animasi, dan film Iron Giant lah yang dikorbankan. Beruntung, meskipun Iron Giant gagal dipasaran, namun karena kualitasnya bagus masih terselamatkan pada saat film ini dirilis di home video (DVD & VCD)

Formulasi 50% produksi dan 50% pemasaran ini kemudian juga digunakan oleh Pixar dan Disney pada saat bekerjasama utk pembuatan film animasi pertama mereka: Toy Story. Pixar memproduksi filmnya dengan biaya sendiri. Sementara Disney melakukan pemasaran. Selebihnya Pixar harus membayar distribution fee sebesar 12,5%. Banyak pihak yang salah sangka dengan mengira bahwa Disney membiayai pembuatan film sepenuhnya. Kenyataannya tidak, saat memulai pun Pixar memang sudah mempunyai modal besar.
Pixar bisa menjadi seperti sekarang pun bermula dengan suntikan modal besar yang memang dimiliki oleh Steve Jobs setelah menjual seluruh sahamnya di Apple. Steve Jobs lah yang memberikan suntikan dana setelah membeli Pixar yang awalnya adalah unit teknis dari Industrial Light & Magic yang dimiliki George Lucas.

Seperti halnya Pixar, Dreamworks Animation juga dulunya adalah perusahaan visual effect yang bernama PDI (Pacific Data images). Begitu menghasilkan karya animasi ANTZ perusahaan ini dibeli oleh Dreamworks SKG yang dimiliki oleh Steven Spielberg, Jeffrey Katzenberg (mantan Vice President Disney), dan David Geffen (dari Geffen Record). Dreamworks adalah contoh lain dari bentu perusahaan animasi berskala besar.

Mengacu kepada fakta diatas, gw beranggapan utk memajukan dunia animasi lokal, kita memang memerlukan 1-2 “investor berani” seperti Steve Jobs yang sejak awal memang datang dengan modal besar. Bukan berarti kita tidak mungkin berhasil dengan membuat animasi dengan struktur perusahaan kecil yang independent, namun bentuk karya dengan permodalan terbatas seperti ini sangat sulit menjawab tantangan pasar. Dengan modal terbatas maka sebuah karya animasi menjadi cenderung asal jadi karena terbatasnya jumlah orang dan terbatasnya waktu produksi. Sialnya pasar sendiri selalu berlaku kejam. Tidak ada istilah NASIONALISME dalam menonton film. Yang ada adalah “gw bayar berapa , gw dapet apa?”

Bentuk perusahaan bermodal besar seperti Pixar atau Dreamworks jugalah yang bisa menjawab tantangan permodalan distribusi dan promosi yang berjumlah 50% ini.

Secara karir pun perusahaan animasi besar menjanjikan harapan yang lebih baik bagi profesi animasi. Karena dengan struktur karir yang berlapis-lapis maka kesempatan membangun karir (arti kasarnya mendapat gaji lebih besar) tentu bisa tercapai. Gw udah sering mendengar keluhan animator seperti “Kok bisa ya orang di agency iklan dapat gaji 30 juta perbulan?”. Tentu saja bisa kalau dia punya anak buah ratusan orang dengan struktur berlapis. Kalau cuma animator atau supervisor dengan anak buah paling banyak 5 orang ya gak mungkin juga lah kita dapet gaji seperti itu. Nah jika ada perusahaan animasi besar dengan jumlah anak buah ratusan dan struktur jabatan yang berlapis, tentu gak heran kalau jabatan executive-nya bisa saja bergaji 20-30 juta perbulannya seperti halnya agency iklan multinational.

Tapi kita gak bisa menunggu satu-dua “investor nekad” bermodal besar utk menanamkan modalnya. Saat ini mungkin baru ada satu dua perusahaan seperti Frameworks Batam yang bisa dibilang punya struktur permodalan ideal. Sisanya mungkin kita yang harus berani. Coba bekerja di luar negeri dan membawa balik permodalan tersebut ke Indonesia (lihat tulisan gw sebelumnya). Tapi utk itu kita musti rela menunggu 5-10 tahun lagi dari sekarang. Tapi kalau umur kita masih muda...kenapa tidak?

On my personal account gw menyatakan salut sama anak2x Indonesia yang kerja di brunei seperti Fandy, Yudhatama, Johannes Kurnia, Rio, dkk yang berani berpetualang ke brunei utk mewujudkan impian. Juga masih banyak temen2x lain yang sekarang bekerja di Aussie dan Amrik. Siapa tahu di tangan2x merekalah masa depan animasi kita akan berkembang. Good luck for all of you guys, I showing my deep respect for my heart. Jangan lupa utk balik ke Indonesia dan membuka perusahaan animasi yang besuuaaar sekaleeeeee.
 
posted by Adez at 3:11 PM | Permalink |


0 Comments: