Tuesday, June 27, 2006
Sepakbola dan bangsa penonton
Piala dunia 2006 sering membuat gue berpikir kembali. gue emang termasuk “minoritas” orang yang nggak suka menonton bola. Sebenarnya agak aneh..karena di waktu kecil dulu gue juga suka banget nonton sepakbola dan gue masih inget kalau piala dunia 1986 adalah salah satu hal yang masih berkesan buat gue hingga sekarang. Masih ingat piala dunia 1986, yaitu pada saat "gol tangan tuhan" tercipta oleh Diego Armando Maradona.

Gue berpikir kenapa gue berubah dari orang yang gila bola menjadi orang biasa2x aja sama sepakbola. Setelah agak lama merenung akhir nya gue menyadari bahwa gue termasuk orang yang nggak suka jadi “penonton”, apalagi komentator. Gue gak terlalu suka melakukan segala sesuatu yang menurut gue nggak akan memberi kesempatan bagi gue utk menjadi “pemain di level dunia”. Ambisius? Mungkin juga. Tapi emang sejak krisis moneter, gue cuma mikir gimana caranya kita bisa menghasilkan devisa buat negara ini.

Krisis moneter terjadi karena kita cuma bisa jadi konsumen dan penonton. Kita menonton film dari Amerika, membaca komik dari Jepang, memakai komputer buatan taiwan, bahkan memakan buah dari Thailand. Demikian juga dengan sepakbola dan olahraga lainnya. Paling2x kita berprestasi hanya pada cabang olahraga badminton (bulu tangkis) saja. Sisanya ya kita lagi2x jadi penonton. Tidak berdaya utk menghasilkan segala sesuatu. Lebih sialnya lagi kita puas dengan keadaan demikian.

Mustinya kita belajar dari China yang bisa mengekspor barangnya ke seluruh dunia. Saat ini saja, Amerika saja demikian takutnya dengan China karena dalam waktu dekat bisa jadi China akan menyalip Amerika atau Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor satu atau nomor dua di dunia.

Buat yang belum tahu latar belakang pendidikan gue. Gue bisa cerita bahwa gue kuliah di arsitektur. Dan sampai sekarang gue mencintai arsitektur seperti halnya mencintai animasi. Sayangnya cita2x gue dulu sebagai arsitek adalah membangun gedung2x high rise (pencakar langit) yang berguna utk orang banyak. Sayangnya pekerjaan demikian (lagi-lagi) jadi jatah orang bule atau Jepang semata. Jarang sekali arsitek lokal mempunyai peluang untuk membuat gedung2x bertingkat. Itulah sebabnya gue pindah ke animasi, karena gue merasa bahwa peluang utk “bermain di tingkat dunia” lebih dekat.

Rasanya tebakan gue lumayan tepat. Saat ini gue bekerja di Infinite Frameworks Studios di Batam. Dan Film SING TO THE DAWN yang sedang kami buat bersama saat ini direncanakan utk diedarkan ke seluruh dunia. Kami semua bisa merasakan gimana standar pembuatan animasi berkelas dunia. Buat gue ini seperti jadi “atlet sepakbola” yang bisa masuk piala dunia. Mudah2x ini bisa tercapai segera karena proses produksi masih berjalan.
 
posted by Adez at 11:19 AM | Permalink |


0 Comments: